Berguru pada Cak Nun; Perihal media massa


Kata beliau “Media massa itu bukan barang mainan, sangat mahal support keuangan dibelakangnya, ia adalah satu pilar sejarah terpenting dari pertumbuhan peradaban bangsa dan umat manusia. Maka setiap produknya harus signifikan dan menjamin kemajuan bangsa dan negara –setiap huruf yang akan dimuat harus melalui penyaringan sangat ketat dan kualifikasi yang tidak boleh main-main.

Konteks dan skala nilai yang dikandung tugas mulia media masa itu tak terbatas. Sehingga setiap redaktur sesungguhnya bertugas sekaligus sebagai apa saja secara komperhensif; ya intelektual, ya agent of change, ya pendidik, ya lokomotif pembangunan, ya guru bangsa, ya spiritualis, ya agamawan, ya futurolog, yaa apa saja yang baik-baik dalam urusan kemajuan umat manusia.”

Orang sekelas beliau, sekalimat dua kalimat bicara saja langsung buat kita mikir berkali-kali. Buat kita ngomong dalam hati “iya juga yaa”. Hmm aku emang lagi butuh bacaan macam itu sih, buat merubah cara pandang yang tadinya instan, pendek, sejengkal dan dangkal ini menjadi sebuah pemahaman yang mendalam.

Terus katanya lagi “Para kuli tinta adalah penerus nabi-nabi dan para rasul dalam menyebarkan kualitas hidup, kemuliaan, kecerdasan, dan kemerdekaan sejati”

Kalian pertama kali baca kalimat tadi bakal nge-jugde beliau kaya gimana? sesat? Masa kuli tinta disamain dengan nabi !? but wait.. coba deh baca-baca tulisan beliau yang lain, memang gitu bahasanya, agak nyeleneh.

Membaca itu sama dengan menyelami isi kepala si penulis, sama halnya ketika mencintai seseorang, kadang kita terkesima, merasa asing dan tidak mengerti sama sekali. Jadinya tebak-tebakan kaaan itu maksudnya apa? Melahap buku-buku Cak Nun ini berat rasanya kalau hanya sekali telan, harus dikunyah bepuluh-puluh atau beratus-ratus kali dulu sampai akhirnya bisa lewat ke kerongkonganku. Cobain deh, agak pusing sih awalnya tapi bikin ketagihan.

Kalau ibarat kuliah nih ya, khatam 1 buku beliau aja kaya punya beberapa gelar (Lebay gak sih? Wkwk dikira sidang tugas akhir kali ya dapat gelar-.-). Atau setidaknya pandangan kita terhadap sesuatu tidak sedangkal sebelumnya. Cuma ya harus muter-muter otak dulu sih.

Kembali ke topik, perihal media massa tadi. Kata beliau, syarat menjadi wartawan sangat berat, tidak cukup sekedar lulus S1, S2, S3, bahkan SNSD pun belum tentu memenuhi syarat(?) oke, yang terakhir itu kata aku.

“Wartawan itu bukan sekedar manusia yang penguasaan ilmu dan pemetaan sosialnya matang, lebih dari itu, memiliki keterampilan dan kapabilitas yang allround, memiliki daya pandang sosial yang tajam, daya serap informasi yang sangat peka, serta mesin analisis yang jauh diatas rata-rata masyarakat.” Gitu katanya..

Aduh bit terakhirnya ituloh serasa suntikan motivasi dan ironi untuk diriku sendiri. 

Ah, kenapa orang seasyik beliau tidak seangkatan denganku sih !? atau paling tidak, jadi dosen pembimbingku hehe.. 

Ya itulah beliau dengan segala sudut pandangnya, selalu ada hal baru dari selembar halaman sebuah buku. Jadi tulisan ini bukan murni dari pemikiranku, tapi hasil reproduksi selembar halaman dalam sebuah buku.


Bandung, ba’da Shubuh ketika ayam jantan berkokok
17 Juli 2017

-HanHanifa-

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW BUKU : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Suka Duka Kuliah S2

Menolak Lupa, 2 Tahun Tragedi Kanjuruhqn