Bhinneka Sebagai Rumah yang Mewadahi Keberagaman Indonesia

Bhinneka Sebagai Rumah yang Mewadahi Keberagaman Indonesia
oleh Hanifa Nurcahya [Edisi Revisi]

Diatas tanah rumah ini terbangun, sebut saja bhinneka namanya, disana ada pintu-pintu kedamaian, jendela-jendela keramahan, pondasi kekuatan, serta berbagai macam keindahan.

Lihatlah, ini rumah yang berdiri dipangkuan ibu pertiwi. Dibalik bentuknya yang sederhana ternyata menyimpan berjuta kemewahan didalamnya.

Masuklah kedalamnya, ada galeri keragaman diruang tamu, macam-macam bentuknya, ada panorama Raja Ampat, akuarium ikan Bunaken, miniatur Candi Borobudur, lukisan Rinjani dan Mahameru, boneka macan Cisewu, serta mainan Reog yang hampir diambil oleh tetangga. Itu semua tidak terdapat dirumah-rumah yang lain, hanya ada dirumah ini.

Jalan sedikit ke ruang tengah, ada televisi menyiarkan beragam berita terkini. Ada juga berita objek wisata dari Sabang sampai Merauke yang bisa dinikmati oleh kalangan beruang sampai yang bokek. Tak perlu kemana-mana, semua ada diruang tengah rumah ini.

Dibelakang ada dapur, mau cari makanan apa? Rendang, Gudeg Jogja, Mpek-mpek, Kerak telor, Coto Makassar, Siomay Bandung, tinggal sebut. Mau cita rasa yang bagaimana? Manis, pedas, asam, asin, gurih? Semua ada didapur rumah ini.

Seiring berjalannya waktu, satu dua pintu terbuka, makin penuhlah rumah ini setelah sebelumnya dihuni oleh orang pribumi bervariabel A sampai Z.

Kemudian berdatangan orang-orang asing dengan tujuan yang berbeda, ada yang sekedar singgah ataupun menetap, ada yang melihat-lihat objek wisata ataupun mengambil sumber daya.
Makin beragam pula bentuk-bentuk penghuninya, kalau hanya bentuk fisik bisa nampak perbedaannya, sedangkan non-fisik nampak pada pemikirannya.
Seiring berjalannya waktu, satu dua pintu terbuka, makin penuhlah rumah ini setelah sebelumnya dihuni oleh orang pribumi bervariabel A sampai Z.

Kemudian berdatangan orang-orang asing dengan tujuan yang berbeda, ada yang sekedar singgah ataupun menetap, ada yang melihat-lihat objek wisata ataupun mengambil sumber daya.
Makin beragam pula bentuk-bentuk penghuninya, kalau hanya bentuk fisik bisa nampak perbedaannya, sedangkan non-fisik nampak pada pemikirannya.

Seiring berjalannya waktu, ternyata realitas itu berbatas. Sebuah batas tergaris oleh pemikiran, berani menginjak artinya menantang, sekali menginjak delik mata tertuju padamu.

Gerombolan satu mengecam, gerombolan lain mengancam.Terlalu banyak caci yang menjadi benci. Kalau hanya kayu yang membatasi dinding kamar tak mengapa, justru sekat yang tak terlihat itu paling membahayakan.

Rumah ini terpagar makar? Tersekat ideologi? Entahlah~

Ada yang bilang katanya rumah ini akan lebih kokoh jika dibangun pakai semen merek A, B atau C, padahal tidak akan terbangunlah rumah ini jikalau tiada usaha dari masing-masing yang ingin menghuninya. Maka perlulah ada gabungan komposisi terbaik guna mengokohkan pondasi itu.
Memang iya semen itu fundamental, tapi apa selamanya kita mau terus-terusan menyoal bahan baku pondasi? sedangkan tetangga sudah beranjak ke level yang lebih tinggi? Mengisi rumah dengan properti dan mawas diri.

Pondasi yang didirikan dengan darah-darah jangan sampai dihancurkan dengan darah-darah pula. Itu sama saja tidak menghargai usaha yang mendirikannya!

Seorang anak kecil menangis karena tidak paham dengan keadaan rumah ini. Dengan lantang ia meneriakan;
“Aku tidak mau pintu-pintu kedamaian berganti jadi pintu kedengkian.”
“Aku tidak mau jendela ramah-ramah berganti jadi jendela marah-marah.”
“Aku tidak mau keindahan-keindahan tertutup keburukan-keburukan. “

Memang miris melihat kondisi itu. Kita yang berbeda namun sama-sama ingin tetap tinggal dirumah ini bukan? Sebuah tempat yang ditunjukan kepada orang-orang diluar sana dengan bangga bahwa inilah rumahku!

Sebosan apapun dengan suasana rumah, secarut-marutnya keadaan didalamnya, tetap saja rumah ini menjadi alasan kepulangan ketika kita pergi!

Bhinneka ini rumah yang mewadahi keberagaman didalamnya. Rumah yang berisi tanah dan air, berpintu kedamaian, berjendela keramahan, berpondasi kekuatan, berdinding keindahan, sudah jangan diobrak-abrik lagi, justru sepatutnya kita jaga.

Karena tinggal serumah bukan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, mau terus-terusan tidak mau mengalah sampai hancur terbelah?

Serumah itu bukan tentang siapa aku siapa kamu, melainkan tentang kita yang nyaman berada dipangkuan Ibu Pertiwi dengan saling mencintai.

Mau sampai kapan kita begini?
Bhinneka kita ya bhineka tunggal ika.
Bentuk final yang tidak boleh ditawar-tawar.
Bhinneka sebagai rumah yang mewadahi keberagaman Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW BUKU : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Suka Duka Kuliah S2

Menolak Lupa, 2 Tahun Tragedi Kanjuruhqn