Naik-naik ke Puncak Gunung.
“Perempuan yang menemanimu mendaki patut diperjuangkan
daripada perempuan yang menunggumu dipuncak”, pernah gak denger kalimat klasik
itu? ini buat lelaki biasanya, tapi aku nangkep maknanya ini sebagai “berjuang
bersama”. Eh? Bener gak sih? Ya semacam sindiran halus buat perempuan supaya
mendampingi lelakinya berjuang dari nol dibanding nunggu dia pas udah sukses.
Gitu kan ya?
Tapi rasa-rasanya aku kok kurang setuju ya, malah dalam
pikiranku “Perempuan yang sampai di puncak pantas berdampingan dengan lelaki
yang sampai di puncak pula”. Yang jadi masalah, kadang lelaki mendakinya dengan
siapa, ehh pas dipuncak dengan siapa (wkwk lelaki emang selalu salah).
Dengan kalimat klasik diawal paragraf tadi, paradigma
orang-orang menganggap seolah perempuan yang sudah berada dipuncak itu tidak
boleh diperjuangkan, gitu? Padahal, perempuan untuk sampai ke puncak juga butuh
perjuangan kaaan?
Ya, kalau menurutku, kenapa perempuan dan laki-laki tidak
mendaki sesuai jalurnya masing-masing. Toh mau lewat manapun, pendaki yang kuat
pasti sampai ke puncak, bukan?
Jadi sebenarnya yang dituju itu ‘arah’ menuju puncaknya,
atau ‘dengan siapa’ kita menuju puncak tersebut?
Kalau memang arah, sudah pasti jalurnya, meskipun berliku
pasti terbayar dengan sejuta keindahan. Kalau ‘dengan siapa’ itu kadang kitanya
yang egois, milih sendiri kita mau mendaki dengan siapa. Hmm seterbaik apa sih pilihanmu manusiaa??
Belum tentu dia yang kamu pilih kuat mendaki bersamamu. Kalau
ditengah jalan dia nyerah gimana?
Terus dianya minta digendong sama kamu, kamunya mau aja
lagi ngenggendong dia padahal puncak masih jauh, dan akhirnya kalian sampai
dipuncak lebih lama dari yang seharusnya!?
Atau dengan cara instan, “gimana pun caranya nyampe
puncak asal bareng kamu, aku usahain” katanya sih gitu. Terus tiba-tiba nyewa
helicopter buat nyampe ke puncak dengan cara instan bareng pilihannya. Nyampe
lah dipuncak mereka berdua, yaudah. Kurang seru ya? Justru diperjalanan menuju
puncak itulah kita dapet sesuatu. Entah itu jalan berbatu, pemandangan indah,
semilir angin, atau suara-suara hewan gunung.
Allah merahasiakan masa depan untuk menguji kita agar berprasangka
baik, merencanakan yang terbaik dan berusaha dengan sebaik-baiknya. Kalau nih
ya, takdir bisa di intip dengan teknologi canggih, nanti manusia gak akan
berusaha karena sudah tau. Justru karena Allah perancang skenario terbaik dari
ajang award manapun, yang menjadikan cerita manusia tidak disangka-sangka.
Untuk lelaki yang sedang mendaki sendiri, fokuslah diperjalananmu
menuju puncak. Kamu tidak tau di trek mana akan bertemu dengan perempuan yang
setangguh kamu.
Untuk perempuan, kalau ada lelaki yang mengajak mendaki dari
nol dengan di iming-imingi puncak yang indah, coba tanya dulu “ini bener mau ke
puncak?”, takutnya kamu dibawa ke tenda remang-remang lagi(?) wkwkwk.
Untuk perempuan yang sedang mendaki sendiri, kalau cape
istirahat dulu, minum dulu, tapi jangan lama-lama, nanti kesusul sama
perempuan-perempuan tangguh lainnya.
Kalau kata Soekarno ; “Perempuan dan laki-laki adalah
seperti dua sayap dari seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya maka
terbanglah ia ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu daripada dua
sayap itu, maka tidak dapatlah terbang burung itu sama sekali”.
Bandung dini hari, 16 Juli 2017
-HanHanifa-
Comments
Post a Comment