Berbeda pendapat adalah ajang refleksi diri

Berbeda pendapat adalah ajang refleksi diri

Seperti biasa ini merupakan output dari akumulasi artikel yang telah aku baca. Semoga menjadi bahan refleksi diri khususnya diri sendiri dan umumnya yang membaca.

Berbicara tentang refleksi diri yaitu sebuah proses melihat kembali pengalaman yang telah dijalani untuk dapat menarik lessons learned (pelajaran yang dipelajari) bagi diri sendiri dan dilanjutkan dengan penyusunan sebuah action plan (rencana aksi) untuk mengurangi gap (kesenjangan) yang masih ada antara harapan dan kenyataan.

Dalam kultur (yang katanya) demokrasi ini, keleluasaan mengutarakan pendapat adalah bagian dari kebebasan dalam mengekpresikan setiap pemikiran. Dan hal itulah yang dilindungi oleh undang-undang. Jadi pendapat apapun yang muncul dari individu layak untuk dihargai. 

Meskipun begitu, ada cara-cara mengemukakan ide pendapat dengan bijak, tanpa menyinggung atapun merendahkan individu lain. Hmm ini yang sulit tuh.. pergulatan batin yang sering kita alami adalah menyeimbangkan sisi individualitas dan sosial kita, bagaimana caranya menjadi diri sendiri namun tetap menyesuaikan dengan lingkungan.

Dalam hal berbeda pendapat, disposisi batin kita sebaiknya jelas, “mengapa saya harus berbeda pendapat?”, “apa tujuan saya mempertahankan pendapat tersebut?”. Ini yang sering kali harus dipertimbangkan saat mengemukakan pendapat. Dan harusnya dipikir berulang kali “apa iya pendapatku bakal diterima orang lain?”. Sah-sah saja bukan berpendapat? Iya, tapi ada baiknya kita juga menimbang sebab-akibatnya.

Harus diakui pula bahwa perbedaan itu tidak mudah diterima begitu saja oleh setiap individu. Mengapa? Individu yang bersangkutan membutuhkan suatu keterlepasan beban untuk bisa menumbuhkan penghargaan. Harus disadari bahwa “perbedaan itu sebuah keunikan yang sebaiknya dipelihara tanpa saling meniadakan.”

Nah bagaimana sebaiknya sehingga perbedaan tersebut menemukan titik temu? Dari sinilah sisi kemanusiaan kita diuji untuk menunjukkan apakah kita bisa berbeda sekaligus menghargai dan berefleksi. Jangan sampai justru pendapat kita menjadi boomerang dan menimbulkan perpecahan. (Alaah aku bisa aja ngomong begini, tapi kenyataannya? Wkwk masih dalam proses belajar ya)

Pertama, mulailah sadari bahwa pendapat ide gagasan ini muncul didasari karena nurani dan hati. Bukan sekedar sebuah ketergesaan yang berujung pada biasnya objek yang dimaksud. Kalau kata Pramoedya Ananta Toer “Kau terpelajar, bersetialah pada kata hati”. Bersetia disini berarti kita mengikuti nurani, bukan kata orang lain. Kan katanya terpelajar, ya jadikan rangkaian pengalaman dan pelajaran  yang telah didapat menjadi sebuah landasan ketika berpendapat. Istilahnya kita harus punya independensi dalam berpendapat.

Kontemplasikan ide pendapat tersebut sebelum diutarakan. Karena dengan berkontemplasi akan menunjukkan bahwa ide pendapat kita memuat nilai-nilai kepentingan bersama. Bukan timbul dari egoisme pribadi. Perlu diketahui ini tidak gampang, tidak banyak orang yang bisa memerangi musuh terbesar manusia bernama hawa nafsu, ya ujung akhirnya lari ke egoisme tadi. Awas, hati-hati.

Berbeda pendapat sekaligus ajang berefleksi diri. Mengapa?  Ya karena kita akan menelisik kembali hati nurani dan emosi agar lepas bebas dalam menerima atau berbeda pendapat. Tentu ada hal-hal yang bisa direfleksikan dan menjadikan kita lebih peduli pada pendapat yang memuat kepentingan bersama.

Akhirnya akan ada saatnya kita menyadari bahwa perbedaan pendapat merupakan anugerah yang sebaiknya dipelihara. Dihidupi sebagai bagian dari proses tumbuh kembangnya kepribadian dan kematangan pemikiran seseorang. Karena saat moment diskusi berlangsung (publik maupun online), bukan saja kata-kata verbal  saja yang terdengar melainkan setiap orang akan menggunakan emosi dan psikologis.

Mendengarkan pun bukan saja menggunakan fungsi telinga, melainkan pula dengan hati. Jadi membuka hati mendengarkan pendapat orang lain, adalah langkah memulai dan melihat pendapat untuk kebaikan bersama. Dari situ kita belajar bertanggungjawab, berefleksi terhadap setiap perbedaan dan bagaimana mengelolanya kemudian. Oleh karena itu, jadilah orang yang “menarik”  bagi orang lain dalam konteks berbeda pendapat.

Ketika aku berbeda pendapat, bukan karena aku ingin dipandang, bukan karena aku ingin terlihat “wah” dari mereka yang iya-iya saja. Menurutku, itu salahsatu bukti kepatuhanku pada hati nurani. Resikonya ada, perlakuan lingkungan akan berbeda ketika pendapat kita tidak sama. Tapi, ya inilah aku dengan segala pandanganku, hanya mencoba memberikan pandangan dari sudut lain, bukan selalu ingin disetujui, mungkin ketika melontarkan pandangan tersebut bisa dipertimbangkan untuk kemudian dijadikan opsi dalam pengambilan keputusan. Jadi izinkanlah orang yang berbeda mengungkapkan pendapat agar pengambilan keputusan terdiri dari pilihan yang bervariasi.

Jadikan perbedaan itu indah, pelangi saja indah karena terdiri dari perbedaan warna.


Mari berefleksi diri dalam setiap hal yang kita jalani. Silahkan berpolemik tapi tidak bercerai-berai! ;))

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW BUKU : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Suka Duka Kuliah S2

Menolak Lupa, 2 Tahun Tragedi Kanjuruhqn