Inner Circle dalam Pertemanan, Harus gak sih?
Kalau
kalian pengguna path pasti tidak asing lagi kan dengan fitur inner circle? Fungsinya
yaitu untuk memudahkan
berbagi dan berhubungan “hanya dengan orang-orang dekat yang anda inginkan”
(sengaja pake tanda kutip biar jelas :D)
Bagaimana jadinya kalau fitur ini
terealisasi didunia nyata?
Berteman dengan “orang-orang
terdekat pilihan kita sendiri” jelas memberi rasa nyaman. Tapi, banyak yang
beranggapan bahwa gaya pertemanan inner circle seringkali membuat kita
membatasi diri untuk mengenal lingkungan sekitar dan bersosialisasi.
Misalnya, kamu sudah nyaman dengan
si A, tapi milih buat stay on the track terus, kemana-mana dengan si A,
sekelompok dengan si A, foto box dengan si A, isi feeds Instagram dengan si A,
yang komen si A - si A juga. Ini yang kalian bilang “Friendship goals”? (Padahal
mah suka-suka saya weh, kata si A wkwk)
Iya, iya, aku ngerti, “tidak mudah
memberikan kepercayaan kita untuk orang lain”, gitu kan?
Hmm, tapi kok aku memandang ini lebih
ke “Friendship offside” (Main bola kali ah wkwk)
Maksudku
gini, aku cari definisi ‘offside’ dari Wikipedia itu berarti "Pada dasarnya pemain sepak bola tidak boleh
berada secara pasif dalam area lapangan lawan untuk menyerang, meski diizinkan
bermain secara pasif di area lapangan sesama untuk bertahan". Ya coba deh kaitkan
definisi tersebut ke dalam lingkup pertemanan. Kita berteman dengan maksud dan
tujuan apalagi kalau bukan untuk kepentingan? Iya kan? Kepentingan untuk sama-sama bertahan, ya berarti jangan saling
pasif wkwk. kumaha? *mikir
Menurutku lebih baik tidak melabeli diri sebagai bagian dari Friendship
goals atau Friendship offside, ya Friendship B aja gitu wkwk.
Mengutip dari psikolog Ayoe Sutomo pada TabloidNova.com,
Inner circle sebenarnya sebuah lingkaran pertemanan terdekat yang berisi
orang-orang yang dirasa “paling nyaman” untuk berbagi kisah, cerita, dan
pengalaman. Pertemanan yang isinya orang-orang yang dianggap lebih tulus dapat
menerima diri apa adanya sehingga tidak menciptakan situasi yang mengancam.
Ya menurutku setiap orang memang butuh “ruang khusus” untuk
menempatkan diri. Layaknya rumah yang memiliki kamar, setiap rumah memang memberikan
kenyamanan tersendiri bagi penghuninya, namun lebih sempitnya lagi, dalam rumah
terdapat kamar yang merupakan sisi ternyaman diantara ruang-ruang lainnya.
Jadi, boleh lah kita menempatkan diri dalam situasi ternyaman kita. Tapi,
jangan keenakan juga ya, ada kalanya kita keluar menghuni ruang-ruang yang
lain.
Seiring arus globalisasi yang semakin deras, kini esensi
‘inner circle’ pun menjadi paham yang negatif. Dimana mengartikan pertemanan
hanya sesuai kelas sosial, entah dari segi materi, sikap maupun gengsi. Pengkotak-kotakan
manusia ini dibuat oleh manusianya sendiri. Kalau menurutku, ini menyebabkan
gap antar individu semakin jelas. Dimana setiap sekat terbatasi oleh sesuatu yg
terlihat. Layaknya memasuki wahana dufan, syarat untuk naik hysteria itu tinggi
badannya sudah ditentukan. Jadi sebelum masuk wahana tersebut kita sudah
mengukur diri, “apa saya boleh masu ke kedalam wahana itu?”, ya begitulah jika
pertemanan dibatasi oleh sesuatu yang terlihat.
Padahal makna Inner circle sebenarnya lebih kepada “kesamaan
minat, lingkungan sosial, dan kenyamanan mengekspresikan perasaan”. Gitu, kata psikolog
tadi.
Agar gaya pertemanan inner circle terhindar dari pengaruh
buruk atau kesan negatif, cara terbaik adalah memberi proporsi seimbang antara
diri dan lingkungan sosial. Ya intinya tetap jadi diri sendiri namun bisa
menyesuaikan dengan lingkungan.
Mengutip quotes dari bapake Noe; Manusia diciptakan sebagai
manusia dengan dua kosmos: individual dan sosial. Kalau seseorang kehilangan
individualitasnya, ia larut menjadi nomer dalam deretan atau kumpulan suatu
komunitas. Tapi kalau ia mengintensifkan individualitasnya saja, yang terjadi
adalah "individualism", lebih sempit lagi menjadi
"egoisme". Menjadi manusia adalah pergulatan untuk menyeimbangkan
antara individualitas dan sosial.
Gampang-gampang sulit memang menerapkan ke kehidupan nyata.
Aku pun bicara begini bukan berarti aku sudah melakukan hal itu dengan
seimbang. Hanya sedang belajar menyeimbangkan proporsi keduanya.
Comments
Post a Comment