Sajak Rendra Dan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Selain aksi nyata, sajak ternyata mampu meluluhkan hati manusia. Oleh sebab itu banyak manusia yang terpengaruh oleh kekuatan kata-kata. Seperti yang dilakukan oleh banyak penyair sejak dahulu. Salah satunya sajak W.S Rendra yang berjudul "Sajak Sebatang Lisong" berikut ini;

Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka


Matahari terbit.
Fajar tiba. 

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.


Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.


Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………

Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.


Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor


Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.


Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.


Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.


Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan. 

Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.


19 Agustus 1977
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi
WS. RENDRA
-------------------------------------------------------------

Teman saya pernah berujar, “Seorang pujangga bisa jadi abdi negara”, kata-kata ini dia dapat dari buku yang dibacanya. Sebelum saya meng-iya-kan statement tersebut, saya mikir panjang, sepatriotis apa sih seorang penulis? Sampai begitu layaknya disebut abdi negara?
Namun dengan tidak sengaja saya seperti mendapat jawaban tersirat ketika saya membaca sebuah buku yang didalamnya ada kutipan seperti ini “Patriotisme bisa dibangun berdasarkan partisipasi aktif mereka yang hidup ditengah alam dan rakyat”. Jawaban menyiratkan bahwasanya penulis juga berpartisipasi aktif dalam kehidupan nyata.

Contohnya? Orang-orang hidup ditengah alam dan rakyat, tapi hanya sedikit dari mereka yang menulis. Karena tidak mudah merepresentasikan suatu kejadian dengan menggunakan bahasa kita sendiri. Penulislah yang meracik, meramu suatu kejadian dengan mencari data dan informasi terkait sehingga dengan mudah difahami oleh pembaca. Tulisan adalah bentuk kristal dari pemikiran, menjadi bahaya jika setiap diksinya mengarah pada hal yang tidak-tidak. Kadang penafsiran orang berbeda. Bisa juga berguna bagi yang memahaminya, atau justru memanfaatkannya.

Melihat bukti konkrit seorang penulis yaitu dengan cara melihat sebagaimana pendongeng menyampaikan sebuah cerita. Apakah ia dapat menyampaikan makna dari cerita tersebut? Atau hanya menjadi penyampai diski saja? Ya, menulis bukan tentang menghadirkan sebuah kejadian, tapi juga maknanya.

Jika hitung-hitungan kontribusi untuk perubahan bangsa, saya tidak tahu penulis menduduki posisi ke berapa dalam jajaran ‘most influential people’. Tapi yang harus kita sadari adalah, begitu pentingnya menulis, contoh nyata penulisan ide secara ilmiah diranah pendidikan. Itu sebabnya dijenjang perguruan tinggi ada tugas akhir atau skripsi sebagai salahsatu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Jadi, mahasiswa itu harus menulis, harus! mau tidak mau!.

Menjadi seorang mahasiswa yang dicekoki berbagai diktat kuliah jangan sampai membuat kita terkukung tembok akademis lalu melupakan masalah-masalah real diluar sana. Lantas gunanya ilmu yang didapat selama ini untuk apa? Kalau hanya untuk memperkaya diri sendiri dan sanak famili masih pantaskah predikat ‘garda terdepan perubahan bangsa’ disematkan kepadamu?

Menilik sajak Rendra tersebut, tenyata ada hubungannya dengan kita sebagai mahasiswa yang sepatutnya menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. See, sajak Rendra tadi menggiring kita ke sebuah pemikiran, bahwa pendidikan haruslah relevan dengan masalah-masalah yang ada disekitar kita.

Namun pada kenyataannya, yang saya (mungkin sebagian dari kalian) merasakan, pendidikan di kita ini meletakan ujian sebagai syarat utama kelulusan. Modelnya seperti cek poin, jika soalnya A maka jawabannya A, hal tersebut mengharuskan sang pelajar untuk menghafal bukan memperkuat daya nalar. Imbasnya tujuan berfokus pada kemutlakan jawaban. Maka dari itu, banyak mahasiswa kita yang pintar tapi sedikit mahasiswa kritis. Bisa menyelesaikan soal tapi tidak bisa menyelesaikan masalah kehidupan. Padahal, tujuan pendidikan tidak sesederhana mengisi kekosongan pada transkrip nilai.

Masalah yang ada hari ini, belum tentu menjadi masalah beberapa tahun kedepan. Rumuskan hidup masing-masing, jangan nyontek, karena kita punya cara penyelesaian sendiri. Sebagai mahasiswa kita ditantang untuk beradaptasi cepat dengan perubahan zaman sekaligus memberi solusi terhadap masalah-masalah yang ada. Bukan sekedar teori dalam catatan kuliah, namun juga keterampilan problem solving, agar kita tetap survive ditengah kompleksitas jaman.

Pendidikan bukan sekedar pendidikan, penelitian bukan sekedar penelitian, begitupun dengan pengabdian, harusnya kita punya jalur mengarahkan semua itu. Kemana lagi kalau bukan ke masyarakat luas.  Jika tidak bisa berkontribusi secara konkrit, minimalnya bisa berkontribusi secara abstrak. Apapun itu bentuknya, mengerjakan karya tulis ilmiah, paper, tugas akhir tidak semata-mata hanya untuk memperoleh nilai, lebih dari itu, kita mengimplementasikan segala teori-teori yang ditelan selama masa perkuliahan kemudian diarahkan ke dunia nyata.

Saya berbicara begini pun bukan berarti saya telah melakukan banyak perubahan untuk bangsa ini, tapi mulai dari tulisan ini, yang terinspirasi dari sajak Rendra, kita sama-sama menyadari bahwa selalu ada pemandangan baru dari sebuah tulisan, dari sanalah dapat mempengaruhi tingkat kesadaran orang lain.

Hey mahasiswa, pada saat generasi yang memimpin bangsa ini sudah mulai berguguran, saat itulah kita yang akan melanjutkan tongkat estafet perjuangan bangsa ini. Semoga apapun yang kita lakukan membawa nilai kebermanfaatan bagi keberlangsungan hajat hidup orang banyak, mulai dari pendidikan, penelitian maupun pengabdian. Teman-teman, bangsa ini menunggumu.

Comments

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

REVIEW BUKU : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Suka Duka Kuliah S2

Menolak Lupa, 2 Tahun Tragedi Kanjuruhqn