Sepucuk Surat untuk Lelaki yang Telah Mendahuluiku
Sepucuk
Surat untuk Lelaki yang Telah Mendahuluiku
Hai, masih ingatkah engkau
kepadaku? Gadis kecil yang kini sudah dewasa. Iya, anak perempuan yang kau
tinggalkan dulu saat sedang lucu-lucunya. Aku lupa entah kapan waktu itu, tapi
aku tahu semua dari ibu.
Sejak kau pergi, jelas tubuhku
bagaikan kehilangan organ-organ pentingnya. Paru-paru ku yang ada dua ini,
bagaikan kehilangan salah satunya yang menyebabkan aku kesulitan untuk
bernafas. Ini berlebihan untuk sebagian orang, tapi tidak untuk aku.
Aku yakin, sebenarnya kau tidak
mau meninggalkanku. Namun karena panggilanNya, kau harus kesana. Karena Dia yang
menciptakanmu, Dia pula berhak mengambilmu dariku. Jujur, sebenarnya aku tidak
pernah siap saat panggilan itu datang menghampirimu. Pernah ku berpikir dan meminta
kepadaNya, untuk mengembalikanmu kepadaku. Tapi ternyata cinta kasih Tuhan
padamu lebih besar dibanding rasa cintaku. Ah.. bisa apa aku?
Kau tahu? Sejak kepergianmu dulu
yang meninggalkan ibu, jelas membuatnya harus bekerja, membanting tulang untuk
membiayaiku. Sampai akhirnya dia menemukan penggantimu. Dialah ayahku yang
baru, kau jangan cemburu. Salah sendiri meninggalkan ibu.
Ibu memang sangat luar biasa. Sekarang
aku tau mengapa kau memilih ibu untuk jadi istrimu, tapi sekarang dia telah
jadi istri ayahku yang baru. Kau jangan cemburu.
Jika ada kawan yang senasib
denganku, ditinggalkan dan mereka berduka karena teringat tentang memory
indahnya kebersamaan, tidak dengan aku. Kita belum sempat mengukir cerita,
yah.. Kau pergi terlalu cepat! Aku belum sempat bercerita bagaimana sekolahku,
pelajaran favoritku, bahkan lelaki yang berani mendekatiku. Kau tidak tahu kaan???
Kadang aku juga bertanya,
“Apakah aku bermimpi?”. Oh, tidak, aku sedang tidak bermimpi. Realita ini
berjalan searah jarum jam. Sempat aku mengkambing hitamkan Tuhan karena telah
memperlakukanku dengan kejam. Sudah ku tahu rasanya, sudah. Pelik telah ku
telan, pedih aku merintih. Rindu yang mengerang dalam sukma, mengharuskanku
menerima takdir apa adanya. Tapi dunia tidak butuh deskripsiku tentang semua
itu, tidak. Cukup membuktikannya dengan aku merasa baik-baik saja, gitu kan
yah?
Yah.. aku berjanji akan
baik-baik saja, sebagaimana janji ibu kepadamu beberapa tahun yang lalu saat
kau hendak pergi meninggalkan kami. Aku akan membahagiakan ibu sebagai gantinya
untuk membahagiakanmu. Meskipun sampai kapanpun akan tetap merasa ada yang
kurang ketika kau tiada. Tapi berjanji aku harus baik-baik saja, harus!
***
Kau tahu? kerap kali aku
mendambakan sosok lelaki yang mendampingiku kelak, seperti harapanmu juga. Sebegitu
pemilihnya aku karena tidak mau mengecewakanmu. Karena ku sadar, saat ku
terluka tiada yang menjadi sandaran selain Tuhan.
Banyak diantaranya yang
menghampiri lalu pergi, kemudian aku sendiri, lantas siapa yang menemani? Kau
kan pergi.. Ibu? Biarkan ibu bahagia tanpa menanggung beban remeh ini dariku..
Oh, aku lupa, tidak seharusnya aku menceritakannya. Tapi kau seolah memancingku
untuk menceritakannya, membuat semua orang harus tahu bahwa aku tidak baik-baik
saja. Aku tahu dunia tidak butuh ini, hanya ingin membuktikan bahwa aku sudah
berjalan sampai sejauh ini, tanpamu.. karena kondisi yang mengharuskan aku jadi
mandiri, tanpamu..
Ayah.. Bolehkah ku pinjam
sedikit saja waktumu disurga sana? Kemari, kita bercerita tentang cinta. Tentang
aku yang sudah berusia kepala dua dan kesulitan menentukan parameter tanpa role
modelnya. Bantu aku, yah..
Seumpama ada lelaki yang mau ke
aku, bolehkah dia berjumpa denganmu? Bercerita sebegitu inginnya dia ke aku,
boleh yah? Sekalipun itu dalam mimpi atau lewat doa.
Yah..?
Kenapa kau mendahuluiku? Padahal
masih banyak hal yang seharusnya kita lalui bersama, bukan? Berjalan-jalan
mengelilingi kota pakai motor tua, kita belum sempat melakukannya. Ah, kata
orang ini disebut takdir. Semoga takdir burukku hanya didahului kau pergi
kepangkuanNya saja, bukan karena aku yang salah memilih cinta. Hahaha, klise
ya? Tapi itu adanya, aku takut salah pilih yah..
Oh iya, aku ingin bicara satu
hal lagi, perihal cinta, menurutku cinta bukan sekedar materi dan duniawi.
Nyatanya aku mencintai kau yang tidak berada diduniaku, tidak membekaliku
materi sampai aku sebesar ini. Tapi mengapa aku mencintaimu? Karena darahmu
mengalir ditubuh ini..
Salam Rindu
-HanHanifa, Bandung 2017-
Comments
Post a Comment