The Man Behind The Gun -Tribute to Najwa Shihab (2)-



The Man Behind The Gun 
-Tribute to Najwa Shihab (2)-


Masih ingat dengan topik tulisanku yang berjudul “Journey.all.is.me”? itu memang tribute to Najwa Shihab, karena didalamnya membahas kemunduran mbak Nana dari program Mata Najwa berikut menyinggung tentang dunia kejurnalisan.

Kita flashback sejenak, melihat mbak Nana dan jawabannya di episode terakhir Mata Najwa yang bertajuk “catatan tanpa titik” itu beliau mengatakan ingin jeda, rehat dan sebagainya menimbulkan sebuah pertanyaan di kalangan netizen “Apakah beliau benar-benar berhenti dari media?”.

Terhentikah langkah Najwa dalam berkarya?

Oh, rupanya tidak.

Seperti yang kita ketahui, beliau sekarang fokus menjalani perannya sebagai duta baca dan punya media tersendiri berdomain najwashihab.com. didalamnya berisi refleksi atas isu yang dibahas di program Mata Najwa dengan gaya rima yang khas, menggelitik dengan sindiran, menohok tajam, kadang seperti ajakan kepada kita untuk merenung. Bisa dibilang itu narasi terbaik yang terus relevan dibaca sampai kapanpun.

Di kanal youtube-nya pun beliau masih aktif mewawancarai beberapa tokoh. Seperti baru-baru ini mewawancarai Menteri Keuangan, ibu Sri Mulyani Indrawati, yang digadang-gadang bakal nyalon di pilpres 2019. Hehe benarkah? Coba cek aja videonya.

Atau dengan Pansus DPR bicara tentang OTT? Yang katanya gampangan lah, sampai tokoh Voldemort yang tidak boleh disebutkan namanya. Hehe siapa yaa? Cek aja deh videonya. Wkwk.

Makin ngeri-ngeri sedap nih mbak Nana, lepas dari metro malah makin bombastis. Suudzon saya, apa mungkin beliau ingin terbebas dari kukungan stagnasi? Saat media disetir konglomerasi, mungkin ‘being Independent’ jadi pilihan terbaiknya.

Mbak, kacamata saya melihat, naluri masih ingin berkarya tapi tanpa embel-embel kepentingan? Iya kaaan? Hehehe. Akhirnya menjadikan youtube sebagai wadah menyalurkan keresahan atas pertanyaan-pertanyaan rakyat diluar sana. Karena apa? Disitulah ‘The Real Mata Najwa’ menurut saya, wadah tanpa filtrasi. Konten yang dibuat apa adanya, netral tanpa memihak. Pertanyaan yang dilontarkan pun tajam, menukik sampai menggelitik. Kalau sampai jadi tranding topik, rakyat Indonesia bisa-bisa melek politik.

Semua adegan-adegan yang tersaji di panggung itu sebenarnya untuk siapa? Rakyat harus jeli, apa semua itu benar-benar untuk kemaslahatan umat atau mengarah pada pembagian kekuasaan? Sungguh manusiawi jika manusia ingin dinilai manusia, tapi kadang kepentingan itu tidak melihat sisi kemanusiaan. Tak peduli kawan atau lawan. Sikut-sikutan yang penting tujuannya tercapai, padahal sebenarnya lawan terberat adalah diri kita sendiri yang dikuasai hawa nafsu. Akibatnya apa? Fokusnya mengarah pada kepentingan, bukan cara berguna untuk sekitar.
Seorang penyair Jerman, Bertolt Brecht mengatakan “Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat semua tergantung pada keputusan politik. Orang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya bahwa ia membenci politik. Si dungu tak tahu bahwa, dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar dan pencuri terburuk dari semua pencuri. Politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”.

Mbak Nana pernah mengatakan; bagi rakyat, politik bukan urusan koalisi atau oposisi, tetapi bagaimana kebijakan publik mengubah hidup sehari-hari. Ya, this real! Rakyat hanya ingin tidur nyenyak. Tidak bisa kita se-apatis apapun terhadap politik, karena kita adalah bagian darinya. Sekecil-kecilnya partisipasi politik adalah mendengar, ya, mendengar apa-apa yang terjadi di negara ini.

Mbak, jika tidak semua rakyat Indonesia melek politik, setidak-tidaknya ada satu mata yang membuka pikiran mereka, dan mata itu adalah.. Mata Najwa. Terus berkarya dimana pun wadahnya. Ada yang suka atau tidak suka adalah hal biasa, market mbak seluruh rakyat Indonesia!

***
The man behind the gun. Pernah dengar istilah itu? sebut saja orang dibalik senjata.
Istilah itu seakan menunjukan bahwa yang paling penting adalah.. SIAPA yang menggunakan alat.

Sejelek-jeleknya alat jika digunakan orang ahli pasti bagus. Contoh realnya, seorang fotografer professional menggunakan kamera ala kadarnya bisa menghasilkan foto yang masterpiece? Bisa saja.

Namun jika pola pikirnya dibalik bagaimana? Hasil yang maksimal tidak akan tercapai tanpa ALAT yang bagus. Bisakah seorang Bethoven memainkan piano yang tuts-nya fals? Hmm tidak yakin saya.

Jadi? Sebenarnya the man behind the gun itu memang tentang siapa menggunakan apa. Serta harus sinergis antara alat dan orang yang menggunakannya. Itulah mengapa orang-orang professional selalu menggunakan peralatan terbaik.

Lalu, dalam hal ini apakah mbak Nana termasuk 'man behind the gun'?

Sebentar, saya mau menerka-nerka dulu. Kayanya sih iya. Orang sekelas mbak Nana pasti milih alat yang tidak ala kadarnya. Karena apa? Ya sayanglah, semua pemikirannya layak untuk kita pandang juga. Senjata yang baik ditangan orang baik bisa menjadi perlindungan atas nyawa, tapi senjata yang baik ditangan orang yang tidak baik justru akan mencelakakan nyawa. Mbak Nana, kamu baik, semoga media apapun yang gunakan bisa menyelamatkan rakyat dari ketidakadilan. May Allah bless you always.Terus berkarya dan selalu menginspirasi ya mbak. Karena masyarakat Indonesia selalu menunggu pemandangan-pemandangan baru dari mata seorang Najwa Shihab :))

Ini kalau saya buat catatan seperti mbak buat catatan juga. Begini bunyinya;

Catatan Najwa memang tanpa titik,
Masih terus berjalan,
Memberikan pandangan dalam setiap kejadian
Peristiwa demi peristiwa terangkum dalam aksara
Memberikan wawasan kepada rakyat Indonesia
Membuka mata lewat makna


Comments

Popular posts from this blog

REVIEW BUKU : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Suka Duka Kuliah S2

Menolak Lupa, 2 Tahun Tragedi Kanjuruhqn