Grup Qasidah Futuristik & Revolusi Industri 4.0


***
Beberapa waktu lalu, Netizen dibikin heboh oleh iklan yang begitu viral dari salahsatu departement store, menurut respon sejumlah orang, iklan tersebut sangat kreatif dan terpatri diotak pemirsanya. Harus diakui memang iya. Dalam iklan itu, terlihat grup qasidah mengiringi kegundahan seorang pria yang kebingungan membeli oleh-oleh untuk keluarganya, mirisnya lagi dipalak preman :(
_
Agak weirdness to the extreme memang iklan besutan Dimas Djay itu (FYI; beliau juga merupakan otak dibalik iklan Indoeskrim beberapa waktu lalu yang viralnya kebangetan, bahkan sampai masuk ke akun 9gag). Dilansir dari Mojok.co— katanya Dimas terinspirasi dari grup Qasidah Nasida Ria, lalu idenya tersebut diekseskusi dengan memasukkan kembali unsur jadul. Yang membuat begitu terngiang adalah penyampaian lirik lagu yang menekankan qolqolah, huruf ‘ain dan fa’ terlalu berlebihan, serta alur cerita sangat absurd (ibu-ibu berubah jadi bapak-bapak berkumis lah, ibu-ibu muncul dari rice cooker lah, lirik “kerja lembur bagai kuda” –emang kuda suka lembur ya?--) sehingga penonton mengernyitkan dahi seraya bergumam “apasih” maksud dari video tersebut? :( 
_
Mengiblat kepada hal itu, karya Dimas Djay dkk patut diapresiasi. Faktanya, permintaan terhadap industri kreatif semakin tinggi sehingga mengharuskan perusahaan agency untuk bekerja semakin “gila”. Dalam arti, benar-benar harus kreatif untuk menjawab tantangan zaman. Terlebih di era Revolusi Industri 4.0 ini yang mengharuskan manusia untuk terus mengembangkan dan mengeksekusi ide-ide segar kalau tidak mau diganti perannya oleh robot.
 _
Bekerja di perusahaan agency merupakan salahsatu peluang bagi yang ingin kerja dengan waktu fleksibel dan tidak mau ‘dikerjai’ layaknya karyawan default –yang rutinitas setiap harinya harus kerja dikantor dari pagi sampai sore- karena memang based on client demand (kerja sesuai permintaan client). Plus-minusnya adalah sekalinya gak ada client nyantai banget banget, saat ada tawaran project, apalagi banyak jadi rifuh-.- ya itu konsekuensinya.
_
Modal utama untuk kerja diperusahaan agency adalah hanya dengan cukup ‘gila’ dan siap mental untuk ditertawakan orang-orang karena ide yang weirdness. Dengan modal itu, (Insya Allah) cukup survive dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang digadang-gadang telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa. Atau setidak-tidaknya daya kreativitas itu menyelamatkan diri dari ganasnya zaman. So, jangan sedih kalau tidak punya modal materi, sedihlah ketika tidak punya modal daya hidup dan daya kreativitas.
_
Sejalan dengan kemunculan iklan maha viral itu, harus diakui telah membawa masyarakat Indonesia mengingat kembali seni qasidahan. Yakni bentuk syair kesusastraan yang dinyanyikan dan mengandung unsur dakwah islam. Saya pun jadi teringat dengan masa kecil, saat kenaikan kelas sekolah agama pasti nyanyi qasidah dari Nasida Ria yang berjudul “Nabi Muhammad Mataharinya Dunia”. Pokoknya zaman itu lagu qasidah masih berjaya. Hampir setiap perayaan hari besar umat islam didesa saya selalu ditampilkan.
_
Seiring perkembangan zaman, lagu qasidah seperti kurang menarik telinga masyarakat dewasa ini. Mungkin karena telah didatangi berbagai jenis musik, seperti K-Pop, EDM, tiktok.. (eh, jenis musik bukan sih? Pokoknya itu yang lagi hits-hitsnya._.) Namun entah kenapa saya dianugrahkan nalar untuk tidak mengikuti aliran tersebut, bukannya so idealis membatasi diri dengan selera musik. Jujur saya mah gak ngerti lagu K-pop teh apaan? Mereka nyanyi apa saya gak ngerti :( EDM apalagi, intronya kepanjangan :( atau malah intro semua, engga ada liriknya :( Tiktok? apalagi itu saya cuma nyimak doang, engga faham sama sekali.
_
Redupnya eksistensi qasidah dibelantika musik Indonesia tidak mengubah pandangan saya terhadap lagu qasidah. Lagu qasidah itu keren, apalagi Nasida Ria atau Al-manar, tidak pernah alpa dibawakan kalau ada acara keislaman. Dengan lirik yang futuristik dan musik ciamik, mustahil anak-anak muda menyanyikan lagu qasidah ataupun berjoget bersama ibu-ibu pengajian. Alhamdulillahnya kedua grup itu masih ada sampai sekarang.
_
Mengutip berita dari Radar Semarang –saat mewawancarai salah satu personel Nasida Ria-- ”Untuk menjadi grup musik yang digandrungi, dan dapat bertahan melawan waktu, bukanlah dengan mengikuti kemauan pasar, melainkan dengan menciptakan pasar sendiri. Pasar bisa diciptakan,” katanya. Lebih lanjut Afuah mengatakan, Nasida Ria mampu bertahan dengan cara menciptakan pasar sendiri. Artinya, konsisten dengan konsep yang dibawa sejak awal, dan tidak mengikuti arus industri musik secara global. Sehingga Nasida Ria Grup ini menjadi pelopor musik qasidah modern pertama di Indonesia.
_
Nasida Ria juga merupakan kelompok kasidah modern tertua di Indonesia. Dibentuk pada tahun 1975 dikelola oleh H. M Zain dan H. Mudrikah Zain yang kemudian dilanjutkan oleh Choliq Zain. Rupanya, sekarang Nasida Ria sudah sampai generasi ketiga. Pada mulanya, mereka dikumpulkan oleh HM Zain sebagai kelompok belajar mengaji, lantas beralih rupa menjadi kelompok qasidah rebana. Setelah makin populer diundang ke berbagai acara religi, walikota Semarang yang saat itu menjabat memberi organ sebagai alat musik pertama mereka.
_
Dari sisi musikalitas, Choliq mengaku, jelajah imajinasi dalam mencipta lagu memang luas dan menyebutnya futuristik. Lagu berjudul Tahun 2000 misalnya, berkisah mengenai manusia yang berkawan dengan mesin.  Di tahun 1980 (saat lagu itu diciptakan) orang tidak akan percaya hal itu
Simak penggalan liriknya berikut;
tahun duaribu kerja serba mesin,
berjalan berlari menggunakan mesin
manusia tidur berkawan mesin,
makan dan minum dilayani mesin

Disana pencipta seolah membayangkan pada era milenial ladang dan sawah terganti dengan gedung, lapangan pekerjaan semakin sulit, dan lingkungan menjadi tercemar. Pesan pun diberikan;
wahai pemuda remaja
sambutlah tahun 2000
penuh semangat
dengan bekal ketrampilan,
serta ilmu dan iman
_
“Itu lagu sebenarnya ramalan. Bukan ramalan klenik, tapi membaca situasi. Jadi lagu yang tahun ini, entah akan kejadian tahun 2000 berapa nanti,” kata Choliq bangga.
_
Dan benar saja, lirik dari lagu itu jadi kenyataan. “Manusia tidur berkawan mesin” (HP, AC, dll).
“Makan dan minum dilayani mesin” (G*jek, G*Food). Tertegun saya mendengarnya. Padahal itu lagu terngiang saat masih kecil, namun saya baru tahu maknanya. Entahlah saya harus berkata apa kepada pencipta lagu tersebut, jauh sebelum millennium (tahun 2000an) beliau sudah berpikir sampai sejauh itu.
_
Sekarang, kita memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang hampir semua proses pekerjaan memanfaatkan teknologi atau mesin. Dan lagu tersebut bukan bualan belaka. Nyata! Dengan apa cara mengahadapinya? Jawabannya ada dalam lagu tersebut; “Wahai pemuda remaja sambutlah tahun 2000 penuh semangat dengan bekal ketrampilan, serta ilmu dan iman”. Masya Allah..
_
Iklan maha viral itu telah membawa saya jalan-jalan dengan mesin waktu menjelajah kembali kearifan lokal yang dimiliki Indonesia, yakni grup qasidah Nasida Ria, grup futuristik dan menurut saya tidak kuno, kalau tidak percaya coba dengarkan lagu-lagunya, sangat bermakna. Dan untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 tidak perlu ketar-ketir, sebagaimana yang termaktub dalam lirik lagu diatas dengan bekal ketrampilan, serta ilmu dan iman, (Insya Allah) semuanya baik-baik saja.


Semoga bermanfaat :))

Comments

Popular posts from this blog

REVIEW BUKU : Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat

Suka Duka Kuliah S2

Menolak Lupa, 2 Tahun Tragedi Kanjuruhqn