Maraknya Media Digital, Bagaimana Nasib Loper Koran?
Perkembangan
industri teknologi informasi yang merambah ke dunia digital memang sangat cepat
dan susah untuk dibendung. Kemampuan internet yang memberikan informasi lebih
cepat dan lebih luas dalam penyebarannya membuat media ini lebih disukai
dibandingkan dengan media konvensional seperti media cetak, koran.
Dilansir dari Koran
SINDO, Perkembangan digital journalism mengakibatkan pola konsumsi untuk mendapatkan
informasi menjadi berubah dan lebih cepat. Jika koran tidak merespons maka yang
akan membunuh adalah koran itu sendiri. Sehingga koran sebagai media massa
tertua harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. “Yang diubah
adalah pola pikirnya yang harus diubah,” tandas Djaka Susila. Berita yang
disusun harus dibuat lebih analisis dan dekat dengan masyarakat.
Sekarang, jumlah peredaran koran dalam satu dekade terakhir ini
dilaporkan menurun, internetlah yang menurunkan jumlah peredaran koran. Lantas,
bagaimanakah nasib para loper koran?
Loper
koran adalah nama seseorang yang
pekerjaannya ialah mengantar koran atau surat kabar ke rumah pelanggan. Di
Amerika, seorang loper koran yang disebut paperboy.
Di Indonesia? Ya loper koran.
Menurunnya jumlah loper koran secara
drastis di era serba digital ini karena banyak koran yang memiliki masalah
finansial sebab berita banyak yang tersedia secara gratis di internet. Miris ya
melihat keadaan yang seperti itu, teknologi yang seharusnya membantu memudahkan
pekerjaan manusia bukan malah mematikan. Mungkin benar kata dosenku, teknologi
itu seperti mata pisau, bisa berguna, bisa pula mematikan, tergantung siapa
yang menggunakannya.
Jika merujuk ke studi kasus loper
koran tadi, lalu apakabar si penghantar berita di era digital ini? Aku
menemukan faktanya sendiri, bahwa masih ada orang bermata pencaharian sebagai
loper koran. Kadang merasa kasian juga, apa tidak sebaiknya cari pekerjaan lain
yang lebih menjanjikan? Terutama bapak yang menjadi tulang punggung
keluarganya, pasti engap-engapan atau hampir tidak bernafas kali ya.
Dikampus, dijalan, aku menemuinya.
Mungkin kalau dibuat catatan seperti mata najwa, begini bunyinya:
Idealisme
Loper Koran
Koran,
media yang masih bertahan di era digital.
Padahal
kini semuanya sudah serba virtual
Loper
koran, bukan sembarang pekerjaan
Ia
bukan sekedar menghantarkan berita, namun juga kebenaran.
Puncaknya
tahun 1998,
Media berkembang pesat menjadi sarana pemberitaan
“Dulu
saya banyak dicari mahasiswa” –ujarnya.
“Sekarang?”
tanyaku.
“Sekarang
sudah ada internet”
“Hahaha”
kemudian kami tertawa.
Kutanya,
Sejak kapan bapak jadi loper koran?
Beliau
jawab, tahun 1990an.
Wow?
Aku hampir menganga
Padahal
diluar sana banyak profesi yang menjanjikan
Namun
mengapa masih tetap bertahan?
Lantas,
apalagi yang lebih mewah,
Dari
sekedar uang dan bayaran?
Hahaha gimana? itu bukan sekedar
kata-kata, tapi realita.
Menurut qu masih relefan koran sih, media digital kebanyakan klikbait
ReplyDelete