Posts

Showing posts from July, 2017

Bhinneka Sebagai Rumah yang Mewadahi Keberagaman Indonesia

Bhinneka Sebagai Rumah yang Mewadahi Keberagaman Indonesia oleh Hanifa Nurcahya [Edisi Revisi] Diatas tanah rumah ini terbangun, sebut saja bhinneka namanya, disana ada pintu-pintu kedamaian, jendela-jendela keramahan, pondasi kekuatan, serta berbagai macam keindahan. Lihatlah, ini rumah yang berdiri dipangkuan ibu pertiwi. Dibalik bentuknya yang sederhana ternyata menyimpan berjuta kemewahan didalamnya. Masuklah kedalamnya, ada galeri keragaman diruang tamu, macam-macam bentuknya, ada panorama Raja Ampat, akuarium ikan Bunaken, miniatur Candi Borobudur, lukisan Rinjani dan Mahameru, boneka macan Cisewu, serta mainan Reog yang hampir diambil oleh tetangga. Itu semua tidak terdapat dirumah-rumah yang lain, hanya ada dirumah ini. Jalan sedikit ke ruang tengah, ada televisi menyiarkan beragam berita terkini. Ada juga berita objek wisata dari Sabang sampai Merauke yang bisa dinikmati oleh kalangan beruang sampai yang bokek. Tak perlu kemana-mana, semua ada diruang tengah rumah ini

Berguru pada Cak Nun; Perihal media massa

Kata beliau “Media massa itu bukan barang mainan, sangat mahal support keuangan dibelakangnya, ia adalah satu pilar sejarah terpenting dari pertumbuhan peradaban bangsa dan umat manusia. Maka setiap produknya harus signifikan dan menjamin kemajuan bangsa dan negara –setiap huruf yang akan dimuat harus melalui penyaringan sangat ketat dan kualifikasi yang tidak boleh main-main. Konteks dan skala nilai yang dikandung tugas mulia media masa itu tak terbatas. Sehingga setiap redaktur sesungguhnya bertugas sekaligus sebagai apa saja secara komperhensif; ya intelektual, ya agent of change, ya pendidik, ya lokomotif pembangunan, ya guru bangsa, ya spiritualis, ya agamawan, ya futurolog, yaa apa saja yang baik-baik dalam urusan kemajuan umat manusia.” Orang sekelas beliau, sekalimat dua kalimat bicara saja langsung buat kita mikir berkali-kali. Buat kita ngomong dalam hati “iya juga yaa”. Hmm aku emang lagi butuh bacaan macam itu sih, buat merubah cara pandang yang tadinya instan, pen

Naik-naik ke Puncak Gunung.

“Perempuan yang menemanimu mendaki patut diperjuangkan daripada perempuan yang menunggumu dipuncak”, pernah gak denger kalimat klasik itu? ini buat lelaki biasanya, tapi aku nangkep maknanya ini sebagai “berjuang bersama”. Eh? Bener gak sih? Ya semacam sindiran halus buat perempuan supaya mendampingi lelakinya berjuang dari nol dibanding nunggu dia pas udah sukses. Gitu kan ya? Tapi rasa-rasanya aku kok kurang setuju ya, malah dalam pikiranku “Perempuan yang sampai di puncak pantas berdampingan dengan lelaki yang sampai di puncak pula”. Yang jadi masalah, kadang lelaki mendakinya dengan siapa, ehh pas dipuncak dengan siapa (wkwk lelaki emang selalu salah). Dengan kalimat klasik diawal paragraf tadi, paradigma orang-orang menganggap seolah perempuan yang sudah berada dipuncak itu tidak boleh diperjuangkan, gitu? Padahal, perempuan untuk sampai ke puncak juga butuh perjuangan kaaan? Ya, kalau menurutku, kenapa perempuan dan laki-laki tidak mendaki sesuai jalurnya masing-masi

Uniknya PT. Gameloft Indonesia.

Image
    Coba tebak, Kantor yang beralamat di  Jl. H.O.S. Cokroaminoto No.73, Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta ini kantor apa?? Apa yang ada dibenak kalian ketika melihat bangunan ini? Swalayan? Bukan. Lembaga pendidikan? Bukan. Atau, kantor MLM? Bukan-bukan. Lalu tempat apakah ini? Inilah kantor Gameloft Indonesia, uniknya digedung ini tidak ada ikon atau label yang mencirikan kalau ini adalah sebuah perusahaan game. Sampai-sampai tempat ini terlewat oleh rombongan kampusku, saking tidak ada identitas yang mencerminkan ini adalah perusahaan game tersohor di Indonesia.  Biasanya perusahaan-perusahaan komersial menggembar-gemborkan brand mereka agar gampang dikenal oleh masyarakat, dengan cara menampilkan label atau ikon yang terpampang didepan gedung perusahaannya, namun berbeda dengan PT. Gameloft Indonesia yang memiliki prinsip “Langit tidak perlu menjelaskan kalau dirinya tinggi”, biar

Tugas Akhir a.k.a Te-A

TA, dua huruf biasa yang mempunyai banyak makna. Bisa jadi TA; huruf hijaiyah ketiga. Bisa jadi TA; ta saja, tidak ada artinya(?). Atau TA singkatan dari Tugas Akhir, ini nih yang jadi momok menyeramkan bagi sebagian mahasiswa tingkat akhir (hehe segitunya ya? hmm enggak juga sih :'D) Tugas Akhir adalah karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa setiap program studi berdasarkan hasil penelitian suatu masalah yang dilakukan secara seksama dengan bimbingan dosen pembimbing. Tugas akhir merupakan salah satu persyaratan kelulusan mahasiswa. Ketentuan-ketentuan mengenai tugas akhir diatur oleh masing-masing fakultas, dengan mengikuti standar universitas. Berbicara TA Kalau kata dosen aku, skripsi/TA itu masterpiece nya mahasiswa, karena jika ingin 'diakui' itu harus ada bukti otentiknya😂 Aku coba mengutip kata-kata dari Prof Dedi Supriadi (alm) "Orang banyak menulis karya ilmiah pastilah banyak membaca. Sebaliknya orang banyak membaca belum tentu banyak menuli

Membiasakan Menulis Untuk Berbagi Ilmu

Menulis adalah keahlian yang tidak dimiliki semua orang, namun bukan berarti tidak semua orang tidak bisa punya keahlian menulis. Beberapa pendapat mengatakan bahwa tingkat kecerdasan suatu bangsa akan terlihat dari jumlah karya tulis yang terbit setiap tahunnya. Namun, fakta menunjukan bahwa jumlah karya tulis yang terbit di Indonesia tiap tahunnya tidak sebanyak negara lain. Mahasiswa, sebagai agent of change seharusnya mampu membawa perubahan dengan menghasilkan karya tulis dalam rangka menuangkan ide dan gagasannya. Namun, saat ini banyak dari mahasiswa kita yang kesulitan untuk menulis, termasuk di dalamnya menulis karya ilmiah. Ketika ada tugas membuat makalah, atau paper, mereka sering kelabakan. Padahal, sebenarnya menulis itu tidak terlepas dari kegiatan mereka sehari-hari. Kemunculan media sosial seperti Facebook, Twitter, BBM, dan sejenisnya menjadikan orang terus-menerus menulis. Iya, menulis status. Hanya sayangnya, aktivitas menulis di media sosial itu tidak ter